Kriteria “Kegentingan yg Memaksa” pada pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) semestinya diatur dengan kentara pada suatu peraturan perundang-undangan, supaya terwujud suatu prosedur kontrol yg lebih baik pada pembentukan Perpu. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
tetapi hingga waktu ini, baik di Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Undang-UndangUUD NRI Tahun 1945), Undang-Undang nomor 12 Tahun 2011 ihwal Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No.12 Tahun 2011), juga Peraturan Presiden angka 87 Tahun 2014 wacana Peraturan pelaksanaan Undang-Undang nomor 12 Tahun 2011 wacana Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Perpres No.87 Tahun 2014), yg menyebutkan tentang wewenang Presiden memutuskan Perpu yg berdasarkan pada hal wacana Kegentingan yg Memaksa, tidak memuat parameter yg kentara mengenai Kegentingan yg Memaksa tadi.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Belum adanya satupun peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit mengatur kriteria Kegentingan yang Memaksa yang sebagai dasar baik bagi Presiden memutuskan Perpu maupun bagi dewan perwakilan rakyat (dpr) mendapatkan/menolak pengajuan Rancangan Undang-Undang (RUU) ihwal penetapan Perpu, berdampak pada rentannya Presiden serta dpr memanfaatkan Perpu sebagai indera kepentingan politik semata. dominasi kepentingan politik terhadap kepentingan publik akan membawa negara di kekuasaan sempurna (tirani) yang menjurus pada penindasan. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Penindasan yg hiperbola terhadap hak dan kebebasan warga berarti kekuasaan telah terbentuk dalam pola despotisme[1] yang pada akhirnya membuahkan perpecahan serta tindakan brutal masyarakat atau anarkisme sosial sang akibat kesewenang-wenangan penguasa.[2]Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
kasus Perpu No. 1 Tahun 2014 ini, memberikan bahwa perpu dibuat hanya demi menyelamatkan gambaran Presiden SBY yg terdesak oleh kritik asal aneka macam kalangan. Padahal, proses pembentukan undang-undang wajib melalui pertimbangan yg matang, analisis yang menyeluruh, baik dari aspek filosofis, sosiologis, yuridis, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Naskah Akademik semestinya sudah bisa menganalisa dampak sosial politik yg akan terjadi, kemudian pada tahapan penyusunan serta pembahasan, partisipasi publik dapat membagikan lebih awal ihwal bagaimana respon rakyat (positif atau negatif), tetapi undang-undang tadi tetap disahkan dan dampak yg tidak diharapkan terjadi, maka Perpu diklaim menjadi solusi.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
dengan latar belakang sebagaimana dipaparkan pada atas, maka penelitian ini akan merumuskan bagaimana wewenang presiden pada pembentukan Perpu dan bagaimana kriteria Kegentingan yang Memaksa yang dipergunakan sebagai tolak ukur presiden dalam merogoh keputusan buat menghasilkan Perpu.
Dasar, Kedudukan serta Ruang Lingkup Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-UndangTinjauan historis mengenai jenis peraturan perundang-undangan, Perpu ialah keliru satu jenis berasal Peraturan Pemerintah (PP). Jenis PP yg pertama merupakan untuk melaksanakan Perintah UU. Jenis PP yg kedua yakni PP sebagai pengganti UU yg dibentuk pada hal tentang Kegentingan yang Memaksa. Perpu ialah jenis perundang-undangan yg disebutkan dalam UUD NRI Tahun 1945, yakni dalam Pasal 22. Pasal 22 Undang-Undang DasarUUD 1945 menyebutkan bahwa pada hal tentang kegentingan yg memaksa, Presiden berhak memutuskan Perpu.
[3] Pasal 1 nomor 4 UU No.12 Tahun 2011 memuat ketentuan awam yg menyampaikan definisi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal tentang kegentingan yg memaksa.[4] Pasal 1 angka tiga Perpres 87 Tahun 2014 pula tidak menyampaikan batasan pengertian di Perpu melainkan menjelaskan definisi yg sama sebagaimana tercantum pada UU 12 Tahun 2011 dan Undang-Undang DasarUUD 1945.[5]
Perpu sebenarnya ialah suatu Peraturan Pemerintah yg bertindak sebagai suatu Undang-Undang atau dengan perkataan lain Perpu ialah Peraturan Pemerintah yang diberi wewenang sama dengan Undang-Undang. Peraturan Pemerintah merupakan peraturan perundang-undangan yang dibuat sang Presiden buat melaksanakan UU. UU ialah peraturan perundang-undangan yang pembentukannya dilakukan oleh dua lembaga, yakni dewan perwakilan rakyat dengan persetujuan Presiden dan ialah peraturan yang mengatur lebih lanjut ketentuan-ketentuan pada Undang-Undang DasarUUD 1945.[6]
Perpu dibentuk sang Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. apabila Perpu sebenarnya ialah Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-undangan buat melaksanakan UU, maka Perpu merupakan peraturan perundang-undangan yg dibuat dalam hal ihwal Kegentingan yg Memaksa, untuk melaksanakan undang-undang. namun sebab Peraturan Pemerintah ini diberi wewenang sama menggunakan UU, maka dilekatkan kata “pengganti UU”. UU ialah peraturan yang mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Maka Perpu ialah Peraturan Pemerintah yang dibentuk pada hal perihal Kegentingan yang Memaksa buat mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-UndangUUD 1945.
Pembentukan peraturan perundang-undangan pada umumnya mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan. Perpu yang sejatinya dibentuk dalam Kegentingan yang Memaksa meniscayakan tahapan perencanaan tidak dilakukan, karena keadaannya bersifat tak terduga, tidak terencana. Pasal 58 Peraturan Presiden nomor 87 Tahun 2014, menguraikan adat penyusunan rancangan Perpu menggunakan menekankan hal tentang Kegentingan yg Memaksa dalam Pasal 57.
sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan, Perpu juga harus bersumber di Pancasila dan UUDNRI 1945 menjadi asal berasal segala asal hukum negara dan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan serta selayaknya pula dapat sebagai asal hukum peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. berdasarkan konsep bahwa Perpu artinya suatu peraturan yang berasal segi isinya seharusnya ditetapkan dalam bentuk undang-undang, namun sebab keadaan kegentingan memaksa ditetapkan dalam bentuk peraturan pemerintah maka kedudukan Perpu yg paling rasional pada hierarki peraturan perundang-undangan artinya sejajar dengan undang-undang.
wewenang Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Teori Pemisahan Kekuasaan
dalam banyak sekali literatur, pembagian kekuasaan (distribution of power), buat pertama kalinya disampaikan Jhon Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755) yg dikenal kemudian menggunakan teori trias politica, yg lebih diarahkan menjadi bentuk pemisahan kekuasaan (separation of power). Adapun maksud kekuasaan yg dibatasi artinya kekuatan politik yg adalah “kemampuan buat mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah), baik terbentuknya maupun dampak-akibatnya sesuai menggunakan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri.”[7] Pembagian ini diarahkan untuk menghindari absolutisme dan pemusatan kekuasaan di satu tangan, yg dikenal sebagai pembagian secara horizontal.[8]
Pembagian kekuasaan secara horizontal tadi pada dasarnya meletakkan kekuasaan negara pada 3 tiang primer yg saling sejajar serta seimbang dalam menjalankan kiprah dan fungsi masing-masing. dari Locke, pembagian kekuasaan disandarkan di kekuasaan legislatif, eksekutif serta federatif, yang semuanya terpisah satu sama lainnya. Teori ini kemudian dimodifikasi oleh Montesquie yang membagi kekuasaan negara atas kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yg jua wajib terpisah satu sama lain, baik mengenai tugas (fungsi) maupun mengenai indera perlengkapan (organ) yang menyelenggarakannya.[9]
Hakikat kekuasaan yang dilembagakan atau diorganisasikan ke dalam bangunan kenegaraan, kuncinya terletak di apa dan siapa yang sesungguhnya memegang kekuasaan tertinggi atau yg biasa dianggap menjadi pemegang kedaulatan (sovereignty) pada suatu negara. Konsep kekuasaan tertinggi atau konsep kedaulatan dalam filsafat hukum serta kenegaraan, dikenal terdapat 5 ajaran atau teori yg bisa diperdebatkan, yaitu kedaulatan tuhan (Sovereignty of God), kedaulatan raja (Sovereignty of the King), kedaulatan aturan (Sovereignty of Law), kedaulatan masyarakat (People’s Sovereignty) serta ajaran kedaulatan negara (State’s Sovereignty).[10]
Teori kewenangan
dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan menggunakan kekuasaan. Dikemukakan juga dari segi komponennya, wewenang menjadi konsep aturan publik sekurang-kurangnya terdiri asal tiga unsur atau elemen, yaitu:[11]
impak merujuk pada penggunaan wewenang dimaksudkan buat mengendalikan perilaku subyek aturan;
Dasar hukum berkaitan menggunakan prinsip bahwa setiap wewenang pemerintah yg sah harus dapat ditunjuk dasar hukumnya; serta
konformitas hukum mengandung makna adanya standard wewenang baik standard umum (semua jenis wewenang) dan standard spesifik (untuk jenis kewenangan tertentu).
tentang asal sebagai cara memperoleh wewenang, bahwa setiap tindak pemerintah disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang legal, serta diperoleh melalui 3 sumber, yaitu: atribusi, delegasi, serta mandat. kewenangan atribusi dikonsepsikan melalui pembagian kekuasaan negara sang 9e6815798cbf5360fb1d222bb47f22fc. kewenangan delegasi dan mandat, meskipun sama-sama diperoleh melalui pelimpahan, akan tetapi kewenangan yang berasal berasal delegasi serta mandat berbeda.
Prajudi Atmosudirjo, secara jelas mengungkapkan tentang wewenang artinya apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal asal kekuasaan yang diberikan sang 9e6815798cbf5360fb1d222bb47f22fc, kekuasaan legislatif (diberi oleh undang-undang) atau berasal kekuasaan eksekutif administratif.[12]
Kekuasaan negara memutuskan, melaksanakan serta menegakkan kepatuhan terhadap aturan, apalagi dalam negara kesejahteraan (welfare state), dimana negara berhak ikut campur hampir diseluruh bidang kehidupan warga , sebagai akibatnya penggunaan kekuasaan negara itu memiliki potensi melanggar hak-hak rakyat yg terdapat dalam negara tersebut, bahkan hak-hak warga yang paling fundamental pun bisa dilanggar. “Power tends to corrupt, and absolute powercorruptsabsolutely” (kekuasaan selalu cenderung berkembang menjadi sewenang-wenang, serta kekuasaan yang bersifat mutlak cenderung mutlak jua kesewenang-wenangannya), demikian adagium yang dikemukakan sang Lord Acton. dengan demikian, moral kekuasaan tidak boleh hanya diserahkan pada niat, ataupun sifat-sifat pribadi seorang yg kebetulan sedang memegangnya. Betapapun baiknya seseorang, yg namanya kekuasaan tetaplah wajib diatur serta dibatasi.[13]
menurut pendapat Bagir Manan[14], kewenangan Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) adalah wewenang luar biasa pada bidang perundang-undangan. Sedangkan wewenang ikut menghasilkan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden ialah kewenangan biasa.
pada hal ini, Presiden Republik Indonesia sesuai Undang-Undang DasarUUD Tahun 1945, mempunyai kewenangan buat mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) sebagai Undang-Undang (UU), memutuskan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden [15]
Related Article :
apa aitu psikologi pendidikan